Lima Kisah Dalam Sebuah Perjalanan Panjang Kerinduan


Judul Buku             : Rindu
Penerbit                 : Republika Penerbit
Penulis                   : Tere Liye (Darwis tere liye)
Jumlah halaman     : 544 halaman
Tahun terbit           : Oktober 2014
Cetakan kesatu      : Oktober 2014
Harga                    : Rp 69.000,00

Membuat resensi dari novel Rindu yang merupakan karya terbaru Darwis Tere Liye atau lebih dikenal dengan nama Tere Liye bukanlah hal yang mudah. Novel Rindu ini tidak hanya menyuguhkan cerita tentang kehidupan cinta remaja yang walau terkesan rumit tetapi sebenarnya sederhana.

Tere Liye dalam karya novel Rindu ini telah menggabungkan banyak aspek kehidupan ke dalam sebuah rangkaian cerita penuh harmoni. Tere Liye juga mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam meramu berbagai ilmu-ilmu lain yang akan memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya. Mulai dari ilmu agama, geografi, sejarah, pengetahuan alam, pengetahuan umum, maupun ilmu-ilmu yang lain, yang membuat novel ini terasa lebih komplit dan berbobot.

Novel ini mengambil latar sebuah kapal bernama Blitar Holland dan dalam sebuah rangkaian perjalanan menuju tanah suci mekah untuk menunaikan ibadah haji di tahun 1938. Penjelasan cerita serta suasana yang diceritakan dengan detail benar-benar membawa pembaca melesat ke masa lalu di tahun 1938 itu. Seolah kita benar-benar sedang berada di atas kapal, ikut duduk bersama penumpang kapal dan menuntun imajinasi kita untuk semakin dekat dengan tokoh-tokoh yang sedang diceritakannya.

Kisah utama dalam novel ini terdiri dari lima kisah dari lima orang penumpang kapal Blitar Holland. Lima orang yang sebelumnya berbeda tempat tinggal dan tidak pernah tinggal bersama dalam keseharian, kemudian dipertemukan oleh garis takdir dalam sebuah perjalanan yang suci. Namun lima orang ini membawa kisahnya sendiri-sendiri. Dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk dalam hati. Menunggu untuk mendapat jawaban-jawaban yang dapat melapangkan hatinya.

Kelima kisah ini milik dari tokoh-tokoh bernama Daeng Andipati dan keluarganya yang ikut naik kapal Blitar Holland untuk menunaikan ibadah haji. Daeng Andipati adalah seorang pengusaha sukses, pintar dan bijaksana. Kemudian tokoh penting selanjutnya yaitu seorang kakek tua bernama Ahmad Karaeng yang biasa dipanggil Gurutta yang artinya adalah guru kami. Dipanggil begitu karena Gurutta adalah seorang ulama yang masyhur dan bijaksana. Dalam kisah ini, nantinya Gurutta akan menjawab sebagian besar pertanyaan dari empat kisah pilu itu. Tokoh selanjutnya yaitu Ambo Uleng yang ikut kapal haji hanya untuk melarikan diri dari gadis yang dicintainya. Melarikan diri dari kisah cintanya yang menyedihkan. Ada juga bonda upe dan suaminya. Keturunan cina muslim yang diam-diam menyembunyikan sebuah masa lalu yang memilukan. Tokoh terakhir untuk penggenap lima kisah ini yaitu Mbah Kakung Slamet, seorang kakek yang sudah sepuh bersama istrinya.

Adapun tokoh-tokoh lain dalam novel ini mempunyai peranpentingnya sendiri-sendiri. Seperti Anna dan Elsa yang merupakan anak-anak dari Daeng Andipati menjadi tokoh utama novel. Kapten Phillips yang merupakan kapten kapal dan mempunyai sifat yang bijaksana, Bapak Soerjaningrat dan Bapak Mangoenkoesoemo yang menjadi guru di sekolah sementara di atas kapal, Rubben si Boatswain, Chef Lars, Enlai (suami bonda upe), Sergeant Lucas yang seringkali mencurigai Gurutta akan mempengaruhi pemikiran penumpang kapal untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Seperti biasanya, Tere Liye ahli sekali meramu setiap detail kejadian dari setiap ceritanya. Penyampaian pesan-pesan kehidupan yang baik. Menggunakan bahasa yang sederhana namun mengena di hati. Bukan sekedar cerita cinta yang kosong tak berisi. Bukan juga sekedar novel romantika penuh galau yang tak jelas dan jauh dari pesan moral. Novel ini memberikan pelajaran yang baik.

Lima kisah ini dimulai dari Bonda Upe. Bonda Upe yang mempunyai masa lalu yang pilu. Dia menjadi bahan taruhan ayahnya sendiri yang gemar berjudi dan ternyata ayahnya kalah dalam taruhan judi itu. Jadilah Bonda Upe yang mempunyai nama asli Ling Ling itu dibawa oleh pemenang judi dan dijadikan cabo. Dia bertanya-tanya, apakah Allah akan menerimanya di Tanah Suci? Akankah Allah akan menerima seorang wanita pendosa? Ataukah Allah akan menghukumnya? (hal.310). Maka Guratta dengan bijak memberikan tiga hal yang Bonda Upe sebaiknya pahami. "Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhernti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin "(hal.315).

Kisah kedua yang akan membuka pertanyaan kedua yaitu datang dari Daeng Andipati. Seseorang yang terlihat sempurna bahagia dari luarnya. Dia memiliki apapun yang orang lain inginkan. Harta benda, nama baik, pendidikan bahkan istri yang cantik dan anak-anak yang menggemaskan. Tapi ternyata Daeng Andipati mempunyai masa kecil yang memilukan. Tentang ayahnya yang sangat kejam kepada keluarganya, termasuk sering menyiksa istrinya sendiri. Hidup penuh dengan sandiwara, bersikap baik jika di depan publik dan sebaliknya bersikap kejam jika di rumah. Daeng Andipati memiliki dendam dan kebencian yang luar biasa kepada ayahnya, bahkan lama setelah ayahnya meninggal, kebencian itu tetap mengungkungnya. Lalu terbukalah pertanyaan kedua. Apakah Allah akan menerimanya di Tanah Suci? Akankah Allah menerima seseorang yang membenci ayahnya sendiri? Membenci seseorang yang seharusnya dia sayangi. Bagaimana caranya memaafkan dan melupakan semuanya? (hal.371). Guratta pun kembali memberikan jawaban yang bijak untuk Daeng Andipati. "Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu." (hal.376).

Kisah ketiga dan pertanyaan ketiga datang dari Mbah Kakung Slamet yang kehilangan istrinya. Istrinya meninggal dalam perjalanan menuju tanah suci. Di atas kapal Blitar Holland dan dimakamkan dengan cara ditenggelamkan di tengah samudera hindia. Padahal pasangan romantis itu sudah berjanji untuk dapat bergandengan tangan di depan Masjidil Haram nanti saat sampai di Tanah Suci. Kenapa harus saat ini? Kenapa harus dipisahkan saat perjalanan tinggal sedikit lagi sampai di Tanah Suci? (hal.469). Lagi, Guratta seorang yang bijak dapat memberikan 3 hal yang menjadi jawaban dan dapat menenangkan hati. "Yakinlah kematian Mbah Putri adalah takdir Allah yang terbaik. Biarkan waktu mengobati semua kesedihan. Lihatlah penhelasan ini dari kacamata berbeda. Semoga tiga hal itu bisa Kang Mas pikirkan, dan membantu menghibur penat di dalam hati." (hal.473)

Kisah keempat datang dari Ambo Uleng. Seorang pemuda yang menjadi kelasi di Kapal Blitar Holland. Dia mempunyai kisah yang menyakitka tentang kehidupan cintanya. Dia menyukai seorang gadis yang dia temui di masa kecilnya, untuk kemudian berlanjut menjadi sebuah rasa cinta yang semakin membesar sampai usianya saat ini. Dia ingin melamar gadis itu. Gadis itu pun menyukai Ambo. Mempunyai harapan bahwa Ambo akan menyelamatkannya dari sebuah perjodohan. Gadis itu akan dijodohkan dengan laki-laki yang menjadi murid terbaik dari teman kakeknya yang merupakan seorang ulama masyhur. Berkali-kali Ambo mencoba melamar tetap tidak diterima. Hingga akhirnya dengan segala perasaan sedih dan sakit, dia memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya dari Pare-Pare. Pergi sejauh-jauhnya dari gadis yang dicintainya tetapi akan menikah dengan laki-laki lain. Saat itu, muncul lah pertanyaan dari kisah ini. "Apakah cinta sejati? Apakah kau besok lusa akan berjodoh dengan gadis itu? Apakah kau masih memiliki kesempatan?" (hal.491). Guratta menjawab bijak. "Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tulus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita. Aku tahu, kau akan protes, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya? Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pecinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia." (hal.492). Jika disimpulkan, pesan Guratta yaitu "lepaskanlah cinta sejatimu. Jika esok lusa dia benar-benar menjadi jodohmu, pasti akan kembali dengan cara yang mengagumkan. Terus perbaiki diri. Dan yang terakhir, kendalikan harapan dan keinginan. Maka sebesar apapun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Jika pun akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik." (hal.492-493).

Kisah kelima, tanpa disangka-sangka ternyata datang dari seseorang yang selama ini selalu memberikan jawaban-jawaban terbaik. Tere Liye memberikan kejutan yang luar biasa karena ternyata dalam hal ini, Guratta menjadi penggenap kelima kisah dalam perjalanan panjang ini. Malam itu, kapal Blitar Holland disambangi perompak kejam. Kapal akan diambil alih dan perjalanan haji tidak akan sampai ke Tanah Suci. Guratta yang menulisakan tentang kemerdekaan, tetapi tidak dapat melakukannya secara nyata. Maka pertanyaan itu, justru terjawab oleh Ambo Uleng. Seorang kelasi muda yang dapat memberikan penjelasan. Bahwa Guratta harus berani melawan dengan tindakan yang nyata. Karena kejahatan itu tidak akan hilang hanya dengan perasaan benci di dalam hati.

Hingga akhirnya sampailah kapal ke Tanah Suci. Terpenuhi sudahlah semua kerinduan para calon jamaah haji. Kerinduan akan rumah-Nya yang selalu menjadi kerinduan seluruh umat muslim di dunia. Rindu untuk dipanggil ke rumah-Nya.

Novel yang penuh makna. Penuh nasihat-nasihat dan tentu saja pertanyaan-pertanyaan itu mungkin merupakan pertanyaan semua orang. Membuka pemikiran dan menjadi pemahaman baik, walau mungkin tak semua orang mengalami kasus atau kisah yang sama seperti kelima kisah dalam perjalanan ini. Kelima kisah ini berakhir dengan baik dan terasa begitu memuaskan. Buah dari kesabaran yang begitu indah. Janji untuk seseorang yang selalu bersabar dan memperbaiki diri yaitu hadiah yang luar biasa. Seperti yang dialami oleh Ambo Uleng. Sepulangnya dari perjalanan haji, dia diajak oleh Guratta untuk bertemu diperkenalkan dengan seseorang. Dan ternyata ajaib sekali, seorang yang katanya adalah ulama masyhur dan akan menjodohkan murid terbaiknya dengan seorang gadis itu, adalah Guratta. Dan muridnya itu adalah Ambo Uleng, yang akhirnya bertemu kembali dan berjodoh dengan gadis yang amat dicintainya itu. Sungguh sebuah ending yang membuat terharu, tertegun dan sekaligus membuat pembaca tersenyum bahagia. Keajaiban lain pun terjadi pada Mbah Kakung. Dia meninggal dalam perjalanan pulang dari Tanah Suci. Tepat sekali di tempat dimana Mbah Putri meninggal. Dia pun dimakamkan dengan cara yang sama, yaitu ditenggelamkan di samudera Hindia. Dan ajaib sekali, jasad Mbah Kakung benar-benar tepat bersebelahan dengan Mbah Putri. Sesuai dengan janji yang dulu pernah dibuat, bahwa mereka akan meninggal dimakamkan bersebelahan.

Novel Rindu dengan desain cover yang minimalis namun terlihat anggun. Sesuai dengan isinya yang bagus dan memberi banyak pengetahuan baru serta pemahaman baik. Tere Liye sekali lagi berhasil sekali dalam novel ini membuktikan bahwa cinta sejati itu benar adanya. Namun cinta sejati itu tidak akan pernah ada tanpa adanya pemahaman yang baik. Cinta sejati akan menjadi sebuah hadiah yang indah bagi seseorang yang mampu bersabar, terus memperbaiki diri, tidak melanggar kaidah agama dan tentu selalu menjaga diri dengan pemahaman-pemahaman yang baik.

Pada akhirnya, novel ini sangat bagus untuk dimiliki dan tentu saja dibaca. Kita akan lebih tahu tentang banyak hal. Bukan saja akan menambah pemahaman kita menjadi lebih baik, tetapi kita juga akan menjadi saksi betapa hebatnya sebuah kesabaran dan betapa luar biasa indah buah dari kesabaran itu.

Comments