Nasihat Tentang Jodoh Ala Darwis Tere Liye

Jodoh, jodoh dan jodoh

(I)

Jodoh itu di tangan siapa? Maka, nyaris 100% kita akan menjawab, di tangan Allah. Benar, bukan? Apakah itu jawaban kalian?

Nah, jika itu jawabannya, mengapa kita ragu-ragu, cemas, khawatir, takut jodoh kita akan tertukar? Pun, kita bahkan tega "mengintervensi"-nya dengan pacaran, masih SMA, sudah pacaran, pegang-pegangan tangan, pangku-pangkuan, dsbgnya. Ini jadinya paradoks, katanya kita tahu jodoh itu di tangan Allah, tapi kenapa kita mengambil-alih situasinya, kalau begitu, jangan-jangan, jawaban asli kita adalah: jodoh itu di tangan saya. Ya tidak masalah, boleh-boleh saja, "jodoh di tangan saya", kita bebas mencari jodoh dengan cara kita, style kita, toh, banyak yang dapat.

(II)

Bagaimana kita tahu seseorang itu jodoh terbaik bagi kita? Maka, lagi-lagi nyaris 100% kita akan menjawab, hanya Allah yang tahu. Benar, bukan? Apakah itu jawaban kalian?

Kita tidak pernah tahu apakah sesuatu itu akan mutlak baik atau mutlak buruk bagi kita. Apakah seseorang itu akan pas, cocok, langgeng hingga aki-nini, ajal menjemput, atau besok lusa malah sebaliknya ternyata hancur berantakan, tidak i love u lagi. Kita tidak tahu. Hanya Allah yang tahu. Benar begini kan pemahaman kita? Nah, lantas kenapa, kita mengotot sekali ingin seseorang tertentu menjadi jodoh kita? Bukankah kita tidak tahu apakah dia jodoh terbaik atau bukan? Kenapa kita dalam doa-doa, bahkan spesifik sekali menyebut nama seseorang? Kalau begini, jangan-jangan, jawaban asli kita adalah: saya tahu persis jodoh terbaik bagi saya. Jadinya malah bertolak-belakang dong. Tapi boleh? Lagi-lagi, tidak masalah, boleh-boleh saja punya pemahaman seperti ini, toh, manusia itu memang boleh egois. Jika kita yakin sekali itu yang terbaik, bungkus saja, "tidak perlu melibatkan" Allah.

(III)

Jika jodoh itu di tangan Allah, yang tahu terbaik juga adalah Allah, lantas apa yang harus saya lakukan, dong? Kan sudah given begitu, ngapain pula saya harus capek-capek nyari lagi. Tinggal tunggu, datang sendiri, toh, semua takdir Allah.

Nah, ini baru pertanyaan menariknya. Jawabannya simpel: perbaiki diri sendiri. Sederhana sekali. Bagaimana mencari jodoh terbaik? Perbaiki diri sendiri. Kita yang SMA, masih 16 tahun sudah pacaran, tentu saja level jodoh "terbaik" kita hanya akan satu SMA itu saja. Coba kalau kita terus memperbaiki diri, fokus sekolah, hingga bisa kuliah di LN, di Inggris misalnya, aduh, kans-nya malah lebih menarik, jangan-jangan levelnya adalah macam bule Brad Pitt gitu. Apakah mungkin kalau saya SMA sudah sibuk pacaran dapat Brad Pitt? Mungkin saja, asumsi kalau bule Brad Pittnya SMA di kampung, kota kalian.

Perbaiki diri sendiri, itulah jawaban hakikinya, termasuk dalam aspek agama. Saat SMA dengan dangkalnya pengetahuan agama, maka jodoh terbaik kita, lagi-lagi kelasnya ya hanya anak SMA. Tapi jika pengetahuan agama kita dalam, silaturahmi kita luas, bertemulah kita dengan pilihan-pilihan lebih baik, misalnya si tampan dari Korea yang agamanya juga baik, bertemu dalam sebuah organisasi, aktivitas. Atau si ganteng dari Turki. Perbaiki diri sendiri dalam hal apapun, termasuk bergaul di dunia maya. Hei, kalau kita di dunia maya ini cuma asyik di group alay, bagaimana mungkin kita akan bertemu dengan jodoh spesies non-alay? Ini hanya contoh, tidak perlu tersinggung. Perbaiki diri sendiri, maka rumusnya akan bekerja sendiri.

(IV)

Terakhir, baiklah, saya sudah percaya jodoh itu ditangan Allah, mana yang baik juga hanya Allah yang tahu, saya berjanji akan terus memperbaiki diri. Lantas, apakah itu menjamin saya akan dapat jodoh terbaik?

Jawabannya: belum tentu.

Hidup ini tidak pernah soal jamin-menjamin. Apalagi soal jodoh, mana ada garansi resmi dari Allah selama lima tahun, tunggu lima tahun, pasti dapat itu jodoh. Nggak begitu hidup ini berjalan. Boleh jadi, bahkan kita tidak dapat-dapat juga. Arghh, berarti rugi dong sayanya? Tidak juga. Ketahuilah, saat kita terus memperbaiki diri, ketika kita tidak dapat jodoh terbaik, maka minimal kita dapat: kita sudah semakin baik. Kita bukan lagi si anak SMA dulu, kita sudah menjadi seseorang yang terus bermanfaat dan senantiasa berahklak baik.

Dek, dalam banyak situasi, itu jauh lebih penting dibanding jodohnya itu sendiri. Percayalah.

(c) Darwis Tere Liye

Comments